JAKARTA — Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) meminta pemerintah untuk meninjau kembali formula pembentuk harga batu bara acuan atau HBA yang berlaku saat ini. Direktur Eksekutif APBI Hendra Sinadia mengatakan. HBA yang ditetapkan oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tak lagi sejalan dengan harga batu bara di indeks internasional. “Antara indeks kita dengan Newcastle itu sudah decoupling tidak sejalan lagi. Biasanya disparitasnya tidak jauh, ini makin menjauh apalagi kalori 4.200 itu makin jauh disparitasnya,” kata Hendra saat dihubungi, Jumat (2/12/2022).
Akibatnya, kata Hendra, pelaku usaha mesti membayar kewajiban kepada negara dengan angka yang lebih tinggi dari harga patokan batu bara (HPB) dalam perdagangan komoditas di Indonesia.
HBA merupakan harga yang diperoleh dari rata-rata indeks Indonesia. Coal Index (ICI), Newcastle Export Index (NEX), Globalcoal Newcastle Index (GCNC), dan Platt’s 5900 pada bulan sebelumnya. Dengan kualitas yang disetarakan pada kalori 6322 kcal/kg GAR. Total moisture 8 persen, total sulphur 0,8 persen, dan ash 15 persen. Nantinya, harga ini akan digunakan secara langsung dalam jual beli komoditas batu bara (spot) selama 1 bulan pada titik serah penjualan. Secara free on board di atas kapal pengangkut (FOB vessel).
“Sebenarnya kalau mau mendekati harga riil tentu harus ada perubahan, misalnya batu bara Australia bobotnya nggak sampai 25 persen, maksudnya supaya makin mencerminkan batu bara kita, bobot Indonesia Coal Index [ICI] dinaikkan tapi bobot Australia dikurangi,” tutur Hendra. Seperti diberitakan sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menetapkan HBA Desember 2022 di angka US$281,48 per ton. Turun 8,67 persen dari posisi bulan sebelumnya sebesar US$308,2 per ton.
Penurunan ini disebabkan karena India berencana untuk menurunkan kapasitas pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) mereka. Selain itu, kebijakan China dalam pengendalian Covid-19 turut berdampak terhadap penurunan permintaan batu bara yang signifikan hingga akhir tahun ini. “Rencana India untuk menurunkan kapasitas PLTU dan penurunan permintaan batu bara China akibat kebijakan zero covid. Menyebabkan penurunan HBA bulan ini,” kata Kepala Biro Komunikasi. Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama (KLIK) Kementerian ESDM Agung Pribadi melalui siaran pers, Jumat (2/12/2022). Adapun, pergerakan HBA sejak awal 2022 sempat menyentuh nilai tertinggi di level US$330,97 per ton pada Oktober lalu. Faktor geopolitik Eropa imbas konflik Rusia – Ukraina menyebabkan fluktuasi harga gas Eropa saat itu. Di sisi lain, Agung mengatakan. Produksi batu bara China yang mengalami peningkatan diimbangi dengan perlambatan perekonomian domestik menjadi faktor lain menurunnya HBA bulan ini.
Baca juga harga batubara natal dan Menjelang tahun baru.