Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Kalimantan Utara mencatat cadangan batu bara yang terbukti pada tahun 2021, sebesar 472,64 juta ton.
Angka ini bersumber dari dokumen Rencana Kerja dan Anggaran Belanja (RKAB) milik 30 perusahaan batu bara di Kaltara.
Dengan rata-rata produksi batu bara berkisar 10 juta ton per tahun, maka umur cadangan batu bara di Kaltara tinggal berusia 47 tahun.
Namun ini dengan asumsi tidak ada temuan cadangan batu bara baru.
Pemerintah daerah nampaknya harus serius memikirkan nasib Kaltara puluhan tahun mendatang. Utamanya ketika batu bara tidak lagi bisa diandalkan.
Mengingat komoditas emas hitam tersebut mendominasi penerimaan daerah, kinerja ekspor, hingga struktur perekonomian saat ini.
Secara teknis, rambu-rambu untuk mencari pengganti batu bara sudah dinyatakan langsung oleh pemerintah pusat. Dimana Kementerian ESDM melalui masterplan Rencana Umum Energi Nasional (RUEN), menargetkan tidak ada lagi batu bara yang diekspor pada tahun 2050.
Berkaca dari rencana besar tersebut, penting bagi pemerintah daerah memikirkan komoditas ekspor pengganti yang dapat dikembangkan dan diandalkan. Terlebih, batu bara mendominasi 80 persen ekspor dari Bumi Benuanta.
Dalam sudut pandang ekonomi makro, pemerintah daerah harus mengantisipasi fenomena ekonomi bernama Dutch Disease di masa mendatang. Atau anjloknya perekonomian daerah karena tingkat ketergantungan tinggi atas sumber daya alam (SDA) primer yang dimiliki.
Pemerintah daerah harus berhati-hati dalam mengelola sektor ekonomi primer dari potensi alam bersifat ekstraktif seperti batu bara.
Jika tidak, pemerintah harus bersiap seperti salah satu daerah di Sumatera. Dimana perekonomian di sana anjlok ketika kandungan timahnya habis dan tidak memiliki sektor penggerak ekonomi lain.
Dari sisi penyelenggaraan pemerintahan, perlu ada rencana antisipasi ketika sumber pendanaan dari Dana Bagi Hasil (DBH) batu bara tidak lagi diterima.
Penting ada upaya konkret menciptakan sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) untuk meredam ratusan miliar yang akan hilang dari DBH batu bara.
Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Kaltara, Norman Raga melalui Kepala Seksi Konservasi dan Produksi Batubara, Zainal Arifin mengatakan, wacana meninggalkan batu bara memang sudah menjadi isu yang kerap dilontarkan pemerintah pusat.
“Pemerintah di pusat sudah ada wacana pengurangan (produksi) batu bara secara bertahap. Karena ke depan, arahnya menghasilkan energi hijau ramah lingkungan, bukan lagi dari bahan bakar fosil,” kata Zainal di ruang kerjanya, Rabu (18/1/2023).
Sinyal meninggalkan batu bara tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2022 Tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan untuk Penyediaan Listrik.
Melalui regulasi tersebut, Presiden Joko Widodo resmi melarang pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berbasis batu bara.
Disamping itu, Presiden telah meminta kementerian terkait menyusun peta jalan percepatan pengakhiran. Atau memberikan pensiun dini bagi PLTU yang masih beroperasi sekarang.
“PLTU banyak yang tidak akan diperpanjang rekomendasinya. Karena ke depan mengurangi penggunaan batu bara. Ini isu global yang arahnya memang ke energi hijau,” ulasnya.
Kendati demikian, pihaknya belum mengetahui secara pasti jangka waktu pelaksanaan pengurangan batu bara secara masif.
Terlebih saat ini banyak kewenangan pemerintah provinsi tentang batu bara yang dipangkas.
“Kalau sampai tahun berapa pengurangan sampai setop produksi dan penggunaan, itu yang saya tidak mengikuti lagi sekarang,” jelasnya.
Terpisah, Kepala Biro Perekonomian Setprov Kalimantan Utara, Rohadi mengatakan, Pemprov Kaltara sudah mempersiapkan sektor energi hijau untuk menggantikan peran batu bara di masa mendatang.
Baik sebagai penopang struktur ekonomi hingga sumber pendapatan pemerintah daerah.
“Orientasi kita ke depan bukan lagi dari energi fosil yang suatu saat habis dan tidak bisa diperbarui. Orientasi kita sudah ke energi hijau,” kata Rohadi di hari yang sama.
Implementasi orientasi ekonomi ke depan, salah satunya dengan proyek Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) di Sungai Kayan dan Mentarang serta Kawasan Industri Hijau Indonesia (KIHI) di Tanah Kuning.
“Saya yakin dari PLTA dan KIHI ini hasilnya bisa melebihi batu bara, baik terhadap perekonomian atau penerimaan daerah. Saat ini banyak investor yang orientasinya green energy datang ke Kaltara dengan adanya KIHI,” paparnya.
Berkenaan dengan hal tersebut, Pemprov Kaltara sangat serius mengawal keberhasilan realisasi proyek PLTA dan KIHI. Termasuk mempersiapkan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) untuk turut serta mengambil peran di dalamnya.
“Meski perkembangan PLTA belum ada hasil, tapi mereka terus berprogres, makanya dari pemerintah terus membantu. Kalau untuk KIHI sudah berjalan lebih baik, sudah banyak tenaga kerja yang terserap di sana, cukup bagus memberikan multiplier effect,” pungkasnya.