Harga batu bara acuan atau HBA Juli 2021 menembus rekor tertinggi dalam hampir 10 tahun terakhir ini, yakni mencapai US$115,35 per ton.
Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia mengatakan bahwa tingginya harga batu bara ini dipengaruhi oleh masih tingginya permintaan batu bara dari pasar ekspor, terutama China.
“Dari sisi demand cukup menguat, terutama dari China. Juni ini ada hajatan 100 tahun HUT Partai Komunis China, sehingga mereka memastikan sektor kelistrikannya terpenuhi. Di sisi lain, ada curah hujan tinggi di Juni dan mungkin diperkirakan sampai Juli di wilayah utara,” ujar Hendra kepada Bisnis, Senin (5/7/2021).
Tingginya curah hujan di China, kata Hendra, menyebabkan terjadinya sejumlah kecelakaan tambang sehingga beberapa operasi tambang di negara itu ditutup. Hal ini kemudian memperketat kapasitas pasokan batu bara dalam China dan menyebabkan semakin meningkatnya harga domestik batu bara setempat.
Permintaan dari China juga masih dipengaruhi adanya larangan impor batu bara dari Australia oleh pemerintah China. Faktor-faktor tersebut yang kemudian membuat China melonggarkan kuota impornya.
Selain China, APBI juga melihat adanya permintaan yang meningkat dari India, Jepang, Taiwan, dan Korea Selatan. Di sisi lain, tingginya harga batu bara juga dipengaruhi oleh terhambatnya pasokan batu bara secara global akibat curah hujan yang tinggi di semester I/2021.
“India cukup tinggi demand April, Mei, Juni. Taiwan ada peningkatan juga karena ada beberapa PLTA mereka, debit airnya kurang. Korea Selatan, ada PLTN-nya lagi shutdown. Kebetulan di beberapa negara ada kejadian jadi sentimen positif, sementara dari sisi supply ada hambatan. Supply agak ketat, jadinya positif ke harga,” kata Hendra.